MENUJU PENGELOLAAN DAS YANG LEBIH EFEKTIF

Minggu, 18 November 20121komentar

Hingga saat ini, pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara umum hanya mencapai sebagian saja keberhasilan yang diharapkan. Hal ini karena kenyataan bahwa penekanan faktor biofisik selalu dikedepankan dengan mengorbankan faktor sosial–ekonomi dan pada kenyataannya bahwa batas-batas hidrologis tidak sejalan dan bertepatan dengan batas–batas politis. Agar dilihat sebagai upaya penyelesaian masalah banjir, para pejabat pemerintah dan lembaga pembangunan secara teratur meluncurkan program dan kegiatan pengelolaan DAS yang baru. Kegiatan di bawah prakarsa ini biasanya berfokus pada pemeliharaan dan pengembangan luasan tutupan hutan dan mendorong kegiatan konservasi tanah dan air di wilayah pertanian. 

Selain itu perhatian difokuskan kepada pembatasankegiatan perladangan berpindah dan pemukiman pedesaan. Namun demikian, upaya sesaat yang sifatnya sporadis dalam konservasi tanah dan air serta penghijauan hutan dalam plot masing–masing individu (dipilih berdasarkan kemauan para petani dalam berpartisipasi atau pembayaran langsung bagi kerjasama) tidak akan menghasilkan efek mitigasi banjir yang memadai, bahkan pada tingkat DAS yang berukuran kecil sekali pun.

Meskipun jenis proyek yang demikian dapat bermanfaat pada skala lokal, proyek-proyek tersebut tidak akan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap mitigasi bencana banjir secara keseluruhan. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut dapat mengurangi jumlah sedimentasi yang memberikan pengaruh negatif terhadap kehidupan dalam air, kemampuan cadangan air, kualitas air minum, kualitas irigasi dan navigasi (Hamilton dan Pearce 1986).

Pengelolaan DAS yang hanya mengandalkan pada kemajuan teknologi pertanian sering mengabaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan sumberdaya air yang disebabkan oleh penggunaan lahan non-pertanian. Pertambangan dan prasarana fisik seperti jalan, misalnya, dapat mempengaruhi sistem hidrologis setempat dibandingkan dengan praktek–praktek pertanian, dan dapat mengarah kepada kecepatan aliran permukaan yang tidak terkendali serta peningkatan proses sedimentasi sungai. Pengelolaan DAS yang efektif mengidentifikasi wilayah dengan masalah penting atau “titik panas” (hot spots) resiko, serta menetapkan prioritas yang layak bagi intervensi yang sifatnya mitigatif (upaya pengurangan). Dalam pendekatan ini, tidak ada asumsi bahwa pertanian dan petani (atau hutan dan penebang hutan) adalah sumber masalah.

Pengelolaan DAS yang efektif merupakan proses iteratif dari evaluasi, perencanaan, perbaikan kembali, dan pengaturan lahan dan pemanfaatan sumberdaya dalam suatu daerah aliran sungai, untuk menyediakan barang dan jasa yang diinginkan dan pada saat yang bersamaan memelihara dan mendukung mata pencaharian penduduk setempat. Proses ini memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan untuk menyeimbangkan tujuan yang berbeda-beda dan pemanfaatan sumberdaya, serta untuk mempertimbangkan bagaimana kegiatan yang berakumulasi tersebut dapat mempengaruhi keberlanjutan sumberdaya alam. 

Terkait dalam pengelolaan DAS tersebut adalah pengakuan bahwa hubungan sejumlah kegiatan yang berbeda seperti perikanan, perkembangan perkotaan, pertanian, pertambangan, kehutanan, rekreasi, konservasi, serta pengaruh manusia yang lain, selain juga keterkaitan antara wilayah hulu dan hilir.

Salah satu aspek penting dalam pengelolaan DAS adalah klasifikasi tataguna lahan dan perencanaan tataguna lahan. Mengidentifikasikan dan melindungi wilayah yang rentan terhadap pemanfaatan lahan yang tidak layak merupakan hal yang sangat penting. Namun demikian, bahkan rencana ‘terbaik’ sekali pun tidak akan memiliki dampak apa pun bila pelaksanaannya tidak difasilitasi oleh kebijakan yang mendukung, kerangka kerja hukum dan pengaturan yang memberikan panduan, serta sistem insentif yang memberikan manfaat bagi

DAS itu sendiri serta masyarakat secara umum. Meskipun klasifikasi, perencanaan, dan pengelolaan DAS biasanya merupakan domain dari para ahli kehutanan (atau para konservasionis tanah), profesi tersebut tidak dapat memahami bahwa pengelolaan hutan itu sendiri — bila tidak dilakukan dengan baik — dapat menghasilkan biaya yang sangat besar, baik bagi lokasi setempat maupun di tempat lain. Praktek pembalakan kayu yang buruk menghasilkan peningkatan jumlah sedimen yang massif dan dapat berpengaruh buruk terhadap pola aliran sungai setempat, khususnya melalui peningkatan aliran kecepatan air dari tempat penyimpanan sementara (landings), jejak gesekan kayu, dan jalan bagi penebangan kayu. 

Selain itu, hutan di sepanjang sungai (hutan riparian) harus dikelola secara hati–hati untuk melindungi kualitas air. Hal ini merupakan wilayah penelitian yang hasilnya mengarah pada manfaat lingkungan yang signifikan. Sayangnya, manfaat teknik tersebut tidak sepenuhnya dipahami dan praktek yang terkait tidak digunakan semaksimal mungkin. 

Pengelolaan DAS dan hutan yang efektif secara konsisten menghasilkan peningkatan jasa lingkungan yang signifikan, termasuk pasokan air tawar berkualitas tinggi. Namun demikian, pengaruh pengelolaan DAS dan hutan dalam pola aliran sungai relatif kecil, dan biasanya terbatas pada DAS yang luasnya mencapai kira–kira 500 km2. Dengan demikian, hutan saja tidak akan mampu melindungi seluruh daerah aliran sungai dari bencana. Bahkan dengan tujuan yang terbaik sekali pun, tidak ada intervensi pengelolaan DAS yang dapat mencegah episode banjir yang besar, meskipun ada manfaatnya dalam skala lokal. (Cifor)
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

22 Desember 2016 pukul 11.10

Pengelolaan DAS dan hutan yang efektif sangatlah penting untuk menjaga stabilitas air

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SMILe NEWSPAPER - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger