Buah dan sayur segar wajib diberikan pada anak-anak. Namun, pastikan telah bebas dari pestisida. Pasalnya, sebuah penelitian menunjukkan bahwa zat kimia ini dapat meningkatkan risiko kanker pada si kecil.
Riset yang berpusat di California, Amerika Serikat ini, melibatkan 364 anak usia 2-5 tahun. Tim peneliti dari California University, Davis, menggunakan data survei mengenai makanan dan faktor lain yang mendukung paparan racun terhadap peserta riset.
Diketahui bahwa terdapat 44 jenis makanan yang mengandung racun dalam kadar tinggi. Beberapa jenis sayur yang paling banyak mengandung pestisida di antaranya tomat, paprika, selada, brokoli, bayam, buncis, dan seledri. Sementara itu, dalam buah seperti peach, apel, anggur, stroberi, dan pir juga banyak terdapat zat pembasmi hama ini.
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa konsumsi zat arsenik, dieldrin, DDE, dan dioxin pada anak telah melampaui batas aman. Jika zat berbahaya tersebut berakumulasi dalam tubuh, anak-anak berisiko mengidap kanker setelah dewasa.
"Kami fokus terhadap anak-anak karena paparan sejak dini dapat berdampak jangka panjang," ujar Dr. Rainbow Vogt, ketua peneliti, seperti diberitakan Daily Mail (14/11/12).
Profesor Irva Hertz-Picciotto, peneliti lain, juga mendukung pernyataan tersebut. Menurutnya, kita harus lebih hati-hati terhadap anak-anak karena mereka rentan terkena zat kimia tersebut, pun efeknya terhadap perkembangan otak.
Temuan ini mungkin membuat para orangtua khawatir memberikan sayur dan buah kepada si buah hati. Padahal, keduanya kaya akan nutrisi yang penting bagi perkembangan anak. Hal itu dapat disiasati dengan melakukan tiga cara berikut.
Pertama, hilangkan pestisida dengan mencuci dan menggosok buah dan sayur. Kedua, pilih sayur dan buah organik karena tidak mengandung pestisida. Ketiga, variasikan makanan anak.
"Karena setiap jenis makanan diperlakukan berbeda saat ditanam, variasi makanan yang dikonsumsi dapat mencegah akumulasi terlalu banyak racun tertentu pada tubuh anak," kata Hertz-Picciotto, seperti tertulis di jurnal Environmental Health. (sumber.detikfood)
Posting Komentar