Pendidikan di Sekolah Dasar mengajarkan pada kita bahwa air adalah benda tangibleyang bisa dinikmati manusia secara bebas. Seperti layaknya manusia menerima pancaran sinar mentari atau bulan.
Namun, dalam hari perayaan Air Sedunia yang jatuh pada 22 Maret, masyarakat Indonesia masih mengalami kesulitan air. Data dari Indonesia Urban Water, Sanitation, dan Hygiene (IUWASH), menyebutkan pada tahun 2009, baru 49,82 persen proporsi rumah tangga yang memiliki akses ke air bersih.
Padahal dalam buku Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) Indonesia 2010 - 2015 yang diterbitkan Bappenas, memiliki sasaran sebanyak 75,29 persen. Rendahnya akses ke penyediaan air minum yang lebih baik menunjukkan rendahnya perkembangan infrastruktur air minum, khususnya di wilayah perkotaan.
Data Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum menyebut, sebaran air Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara juga dalam kondisi tidak menggembirakan.
Sekitar dari 4,2 persen air di Pulau Jawa, menghidupi sekitar 57,5 persen penduduk Indonesia. Sedangkan 1,3 persen air di Bali dan Nusa Tenggara untuk 5,5 persen penduduk Nusantara.
"Krisis air biasanya baru disadari saat sumur di rumah sudah tidak ada air. Tapi saat air masih melimpah di hadapan kita, tidak akan terasa mengenai masalah ini," papar Ari Muhammad, Sekertaris Kelompok Kerja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim beberapa waktu lalu.
Secara global, saat ini masyarakat dunia juga mengalami hal serupa. Satu dari empat orang di dunia kekurangan air minum. Sedangkan satu dari tiga orang tidak dapat sanitasi layak. Jika krisis air terus berlanjut, diperkirakan pada 2050, dua pertiga warga dunia kekurangan air. (NGI.com)
Posting Komentar