Gubernur Sumbar Irwan Prayitno kembali mengingatkan bupati/wali kota lebih proaktif mewujudkan zero korban jiwa di setiap bencana alam. Bila di setiap musibah tetap saja mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, secara tidak langsung pemerintah bisa dikatakan zalim dan lalai.
Irwan Prayitno menegaskan itu ketika membesuk korban longsor di Jorong Data, Kampung Dadok, Kenagarian Sungai Batang, Kabupaten Agam, Sugianto, di RSUP M Djamil Padang, kemarin (31/1). Menurut politisi PKS ini, bila kepala daerah proaktif sejak awal, korban jiwa dalam longsor di Jorong Data bisa dicegah sejak awal.
”Ini kelalaian kita semua. Hanya bencana gempa dan tsunami tidak dapat diprediksi datangnya. Namun dampak pengurangan risikonya dapat dilakukan sejak dini.
Sedangkan bencana letusan gunung api, banjir, longsor, angin badai, gelombang, abrasi pantai, dan erosi tebing sungai dapat diantisipasi sejak awal. Tentunya, jika kita semua peduli dan proaktif,” ucapnya.
Langkah-langkah antisipasi jangka pendek, tambah Irwan, bisa dilakukan dengan berkoordinasi kepada seluruh instansi atau lembaga terkait. Juga, menyiapkan petugas dan peralatan siaga bencana secara aktif selama 24 jam, membentuk survei, dan investigasi lapangan untuk melakukan kaji cepat terhadap wilayah diperkirakan berisiko tinggi. Lalu, melaksanakan operasi penyisiran lapangan, dan pembersihan hulu sungai, serta mendukung pembiayaan operasional siaga darurat bencana dan operasi tanggap darurat.
Irwan menyebutkan, masyarakat Sumbar harus menyadari bahwa sejak gempa 30 September 2009 lalu, sudah terjadi gempa puluhan kali. Hal ini menyebabkan tanah-tanah di perbukitan rengkah. Jika hujan lebat, maka air masuk ke rengkahan tebing dan membawa material tebing ke bawah. “Warga harus meningkatkan kewaspadaan terus-menerus. Apalagi, cuaca ekstrem masih terus terjadi sampai akhir Maret,” tuturnya.
Kepala daerah, tambah Irwan, haruslah lebih tegas terhadap masyarakat penghuni zona merah longsor dan banjir. Jika tidak, korban jiwa akibat bencana terus bertambah. “Saat ini banyak sekali bencana di Sumbar. Ada banjir di Dharmasraya, Limapuluh Kota, dan Pesisir Selatan, serta longsor di Agam. Kita memang tidak dapat menahan bencana terjadi, tapi mengurangi dampak risiko bencana bukan suatu hal mustahil dilakukan,” ungkapnya. Karena itu, Gubernur mendesak upaya relokasi warga di zona merah tidak dapat ditawar-tawar.
Jauh sebelum longsor di Jorong Data, kata Irwan, sudah ada rencana relokasi bagi masyarakat sekitar Danau Maninjau. Namun, dia mengaku ketika itu kurang mendapatkan dukungan masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah tidak proaktif mengajak masyarakat meninggalkan zona merah sampa kemudian terjadi bencana.
“Rencana relokasi telah ada, namun masyarakat menolaknya. Kita tentu tak mau menyalahkan siapa-siapa lagi sekarang. Cuma saja, peristiwa ini harus dijadikan pelajaran berharga untuk semuanya. Pemda harus proaktif dan tegas terhadap masyarakat. Jangan biarkan masyarakat tetap menempati zona merah,” ujarnya.
Sebelumnya, Manager Pusdalops BPBD Sumbar Ade Sumbar melansir, sekitar 1 juta jiwa warga Sumbar tinggal di zona rawan longsor dan banjir bandang di 18 kota/kabupaten se-Sumbar diminta waspada. Satu-satunya daerah tidak memiliki kerawanan terhadap potensi longsor, kata Ade, adalah Kota Payakumbuh.
Topografi Sumbar, menurutnya, 85 persen terjal dan hanya 15 persen layak dijadikan tempat hunian. Itu pun tidak seluruhnya untuk permukiman, tapi juga kawasan industri. Masyarakat hanya boleh menempati lereng berketinggian 2 sampai 15 derajat. Di atas itu, tidak boleh dibangun tempat tinggal karena berbahaya bagi masyarakat, dan ancaman terhadap bahaya longsor sangat tinggi.
Sementara itu, kemarin, Tim SAR kembali menemukan satu jenazah, yakni Padri Dt Sinaro, 40. Dengan demikian, masih terisa dua korban lagi belum ditemukan. (Sumber. Padang Ekspres)
Posting Komentar