Salah satu isu yang telah mendunia saat ini adalah urusan pangan, dan yang menjadi permasalahan di Indonesia, Sumatera Barat, Kabupaten Agam adalah kurangnya Diversifikasi Pangan, kita masih tertumpu pada konsumsi beras sebagai bahan pangan pokok.
Telah banyak artikel dan tulisan, komentar yang terpajang dimedia cetak selama bulan oktober dan sampai kemarin tentang hal diversifikasi pangan ini sampai dengan kedaulatan pangan, hal ini karena pasca tanggal 16 oktober tiap tahunnya adalah hari pangan sedunia.
Bagi saya diversifikasi pangan yang tak banyak secara jujur dikemukaan dan dianalisa adalah bahwa beras untuk sementara harus tetap dipertahankan seperti sekarang, karena bagaimana pun didalam beras selain karbohidrat disana juga telah terkandung protein yang cukup untuk menopang energi aktifitas harian.
Diversifikasi pangan yang dituju adalah tidak saja mengurangi konsumsi beras, tapi juga meningkatkan kesehatan. Konsekuensinya adalah kehilangan kandungan yang selama ini yang dikonsumsi dari beras harus diganti dengan kadar yang sama dengan makanan yang lain, seperti sayuran, buahan, protein hewani dan nabati.
Tidak sesederhana itu, mari kita bandingkan konsumsi nasi (beras) yang dibeli di kedai yang paling murah saat ini Rp. 10 ribu, nah coba anda tukar dengan pangan yang lain, beli gorengan, bakso, martabak, jagung rebus dll. kalau makan nasi bungkus mungkin cukup hanya itu, tapi kalau beli gorengan, apakah cukup hanya itu saja, dijamin perut anda belum akan terpuaskan secara lahir dan kegiziannya, tentu akan ditambah teh telor, jagung rebus, ayam goreng, jadi berapa pengeluaran anda? tentu akan lebih dari Rp 10 ribu.
Apa kaitannya dengan mie instan, nah disinilah polemiknya, konsumsi mie instan adalah pada posisi kedua, kenapa? seperti analisa di atas, kalau nasi diganti mei instan akan cepat tergantikan (walau secara gizi belum tentu) seperti mei rebus tambah telor Rp. 6 ribu, sudah dapat kenyang sebanding dengan nasi bungkus. nah masalahnya sekarang, kenapa kita harus menekan beras kalau import terigu jadi bobol? atau saya pernah berfikir apakah ini politik dagangnya pengusaha atau konsumen terigu untuk meningkatkan selalu penjualan mie instan/ terigu?
Akhirnya dapat di simpulkan, bahwa diversifikasi pangan baru akan dapat diterapkan pada kalangan perekonomian menengah ke atas, karena memilih diversifikasi akan identik dengan penambahan pengeluaran keluarga. hal ini salah satu akibat dari tidak adanya kendali harga pangan dipasaran. Kata kunci dari diversifikasi pangan adalah tingkatkan kesejahteraan keluarga Indonesia, diversifikasi pangan akan terwujud dengan sendirinya.
Posting Komentar