LEGALITAS KAYU DI LINI WAKTU

Minggu, 30 September 20120 komentar

Perlunya instrumen sistem legalitas - sebelum disebut sistem verifikasi legalitas kayu, mulai terbuka sedini 1995. “Isu pembalakan liar mulai mengemuka, dan semakin jelas pada 1998 sampai 1999,” tutur Arbi Valentinus, fasilitator Multistakeholder Forestry Programme. “Sistem ini Indonesia banget dengan standar internasional,” tutur M Haris Witjaksono, Vice President PT Sucofindo, salah satu lembaga verifikasi. Bagi Edi Nugroho, Direktur Indonesia MFP, “Ini sejarah panjang yang berdarah-darah, karena banyak kepentingan di dalamnya.

2001
Deklarasi Bali tentang Penegakan Hukum Kehutanan dan Pemerintahan (Forest Law Enforcement and Governance [FLEG]). “Indonesia menjadi pemrakarsa pertemuan antar-negara ini,” jelas Arbi.

2002
Para pihak mulai mengembangkan standar legalitas kayu. Berbagai kesepahaman saling pengertian untuk memerangi pembalakan liar.

2003
  • Para pemangku kepentingan secara intensif memulai proses multipihak buat mendefinisikan legalitas kayu buat mengaudit unit usaha kehutanan. Pada awal proses ini dikawal oleh organisasi masyarakat sipil: Telapak, Enviromental Investigation Agency (EIA) dan The Nature Conservancy (TNC).
  • Pemerintah Indonesia bersama Inggris menandatangai perjanjian untuk memerangi pembalakan liar.
  • Rencana Aksi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) Uni Eropa.
  • Pemerintah Indonesia menggelar diskusi bagi rencana standar legalitas kayu.
2005
  • Pengembangan lanjutan dan perumusan standar dan kriteria bagi keabsahan kayu dari berbagai jenis standar legalitas kayu, dengan Lembaga Ekolabel Indonesia sebagai fasilitatornya.
  • Uni Eropa mengadopsi Regulasi No. 2173 tentang Skema Izin bagi Ekspor Kayu melalui kesepakatan kemitraan sukarela (VPA).
2006
  • Reformulasi standar legalitas kayu dan uji coba lapangan.
  • Partisipasi dalam mengembangkan definisi legalitas kayu makin luas sejak 2006 sampai 2008. Proses ini melibatkan: pemerintah, LSM, industri, di tingkat nasional dan provinsi.
2007
  • Pengembangan sistem dan perbaikan standar legalitas kayu.
  • Pernyataan bersama FLEGT VPA antara Menteri Kehutanan MS Kaban dengan Stavros Dimas dan Lous Michel. Indonesia dan Uni Eropa memulai perundingan kesepakatan kemitraan sukarela (VPA).
  • Dari 2007 sampai 2009 proses finalisasi SVLK dan menjadi peraturan wajib.
2008
Selama tahun ini sampai 2011 telah digelar tujuh pertemuan kelompok kerja teknis.

2009
  • Menteri Kehutanan MS Kaban menerbitkan peraturan Nomer P38 tentang tentang standar penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi dan verifikasi legalitas kayu.
  • Dialog VPA kian intensif seiring terbitnya peraturan itu. Sampai 2011 telah diadakan tujuh pertemuan pakar gabungan.
2010
Parlemen Uni Eropa mengesahkan Peraturan Kayu (Timber Regulation) yang melarang penjualan kayu ilegal dan produk turunannya. Peraturan ini mulai berlaku pada Maret 2013.

2011
  • Deklarasi dukungan terhadap perdagangan produk-produk kayu legal dari berbagai swasta kehutanan.
  • Pernyataan bersama tentang FLEGT VPA pada pertemuan pejabat tinggi di Brussel.
  • Pemarafan kesepakatan kemitraan sukarela antara Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Karel De Gutch, Komisi Dagang Uni Eropa.
  • Menteri Kehutanan meresmikan tanda V-Legal buat kayu dan produk kayu legal dan menyerahkan sertifikat legalitas kayu untuk lima hutan rakyat.
  • Amademen aturan Menteri Kehutanan P38 tahun 2009 dengan P68 tahun 2011.
2012
  • PT Jawa Furni Lestari mendapatkan sertifikat legalitas kayu. “Jawa Furni yang pertama (untuk industri kecil menengah mebel),” terang Haris. Industri kecil menengah yang lain kini bersiap diri untuk diverifikasi.
  • Pertengahan tahun, Indonesia berencana uji ekspor produk kayu legal ke Uni Eropa.ngan di dalamnya.”
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SMILe NEWSPAPER - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger